

INILAH.COM, Jakarta – Pemerintah yakin divestasi 7% saham Newmont Nusa Tenggara (NTT) akan berjalan lancar tanpa tanpa harus meminta izin dari DPR. Sebab, dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (27/3/2012), ketiga saksi ahli yang diajukan pemerintah memberikan argumen yang meyakinkan.
Tiga saksi yang menguatkan argumen pemerintah itu adalah Yusril Ihza Mahendra, Saldi Isra, dan Robert A Simanjuntak. Ketiganya adalah pakar hukum tata negara. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Badaruddin, ketiga pakar itu menguatkan pendapat pemerintah bahwa divestasi itu tidak perlu mendapat persetujuan DPR.Sebelumnya, rencana divestasi ini kisruh karena ditentang oleh DPR. DPR berpendapat divestasi itu harus terlebih dulu disetujui DPR karena menggunakan dana APBN. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diminta DPR untuk melakukan audit pun sependapat dengan DPR. Sebaliknya, pemerintah berpendapat izin DPR itu tidak diperlukan.
Kiagus menuturkan, di sidang itu Yusril berargumen bahwa perbedaan antara presiden dengan DPR dalam pembelian 7 persen saham divestasi PT NNT, berasal dari perbedaan titik tolak memahami persoalan itu, karena DPR menggunakan dasar hukum merujuk pada Pasal 24 ayat (7) Undang-Undang No 17 Tahun 2003.
Pasal tersebut mengatakan: “Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR”.
Padahal, menurut Yusril, pasal 24 ayat (7) itu berada di bawah Bab VI yang berjudul “Hubungan Keuangan Antara Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta serta Badan Pengelola Dana Masyarakat”. Dengan demikian, lanjutnya, apa yang dilakukan pemerintah tidaklah menyalahi aturan alias sah-sah saja.
Robert A Simanjuntak juga menegaskan, menyatakan bahwa berdasar data-data yang dikumpulkannya, pemerintah daerah dalam hal pembelian divestasi ini tidak memiliki dana. "Uangnya tidak ada untuk membeli itu, maka akan berutang, yang pada akhirnya dia tidak optimal menerima manfaat dari divestasi itu. Kesimpulannya kalau dibeli pemerintah maka akan lebih optimal."
Sedangkan Saldi Isra, lanjut Kiagus, menyatakan bahwa pasal 24 ayat 7 tersebut mengungkapkan dalam keadaan tertentu anggaran negara untuk menyelamatkan perekonomian nasional. "Ini bukan PMN (penyertaan modal negara), dan itu (pembelian divestasi Newmont) tidak untuk menyelematkan perekonomian. Ini merupakan keadaan normal, jadi investasi saja.
Rencananya, sidang akan kembali digelar pada tanggal 4 April 2012 dan akan menghadirkan dua saksi ahli dari pemerintah pusat serta saksi ahli dari BPK dan DPR.[tjs]
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1845064/3-pakar-hukum-mentahkan-argumen-dpr-soal-newmont
