MK Bolehkan Menteri
Merangkap Ketua Umum Parpol 
 Jumat, 4 Juni 2010
 
JAKARTA (Suara Karya): Mahkamah Konstitusi (MK) menolak "gugatan" atau uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara terkait rangkap jabatan yang diajukan oleh anggota DPR dari Komisi I, Lily Chadidjah Wahid.  "MK menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima untuk seluruhnya," demikian Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (3/6).   Penolakan gugatan tersebut, kata Mahfud MD dalam pertimbangan, karena penggugat tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum sebagai pemohon. "Pemohon tidak punya legal standing dan tidak memenuhi kedudukan pemohon, maka tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut lagi permohonan pemohon," ujar Mahfud.   Salah satu sebab lainnya mengapa permohonan tak dikabulkan, papar anggota majelis hakim Maria Farida, karena pemohon tidak dapat menunjukkan surat atau mandat bahwa dirinya mewakili kepentingan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). "Bahwa pemohon adalah anggota DPR yang melekat hak konstitusional, dan itu membedakannya dengan hak konstitusional yang lain, tidak cukup dijadikan sebagai dasar guna mengabulkan permohonan," kata Maria Farida.   Selain itu, MK menyatakan bahwa UU tersebut tidak diskriminatif, sehingga penggugat tidak memiliki kedudukan hukum atau dapat merasa terlanggar hak konstitusinya akibat pemberlakukan UU Nomor 39. "Kalaupun UU Nomor 39 menimbulkan tirani mayoritas fraksi, permohonan tetap tak dapat diterima. Sebab, pemohon tetap saja tidak memliki legal standing sebagai anggota FPKB mengingat substansinya bukanlah hak konstitusional pemohon sendiri," papar Maria.  Kementerian Negara
   Menanggapi putusan MK tersebut, pemohon Lily Wahid menyatakan kekecewaannya. Namun demikian, ia tetap menghormati putusan tersebut.   Lily Wahid yang juga pengurus DPP PKB meminta pada MK untuk menafsirkan Pasal 23 UU 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal tersebut berbunyi bahwa menteri tidak boleh rangkap jabatan.   Lily juga meminta agar pengertian organisasi dalam Pasal 23, termasuk di dalamnya urusan partai politik (parpol). Sebab, parpol dinilai sebagai organisasi yang juga dibiayai APBN dan atau APBD. Karena itu, Lily Wahid meminta agar pasal tersebut dimaknai menteri tidak dapat merangkap jabatan sebagai ketua umum parpol.   Saat ini menteri yang juga merangkap ketua umum parpol antara lain Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Yang bersangkutan kini Ketua Umum Partai Amanat Nasional. Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar Ketua Umum PKB.   Pengamat hukum tata negara, Saldi Isra, sebelumnya mengatakan rangkap jabatan bagi ketua umum partai sekaligus menteri haruslah dilarang sesuai dengan sistem presidensial yang dianut Indonesia.    "Dalam sistem presidensial, rangkap jabatan secara tegas harus dilarang," katanya saat memberi keterangan sebagai ahli di MK.   Menurutnya, jika hal tersebut tidak dilarang, maka akan menimbulkan penyalahgunaan jabatan dan wewenangnya sebagai pelayan masyarakat.    "Dalam sistem presidensial rangkap jabatan menjadi suatu yang terlarang karena hal tersebut dapat merusak tatanan," tegasnya. (Wilmar P) Sumber:http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=254464
 
 
