JAKARTA--MICOM: Pakar hukum tata negara Saldi Isra menilai gagasan tentang pemisahan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif sebagai penafsiran sesat terhadap konstitusi. Pasalnya, wacana tersebut tidak memiliki pijakan dalam UUD 1945. Bahkan, dalam risalah rapat amendemen ketiga UUD 1945, justru tertera semangat untuk menggabungkan semua pemilu.  http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/16/234762/284/1/Pemisahan-Pemilu-Menabrak-Konstitusi
Hal itu diungkapkan Saldi dalam Diskusi bertema Penyederhanaan Waktu Penyelenggaraan Pemilu, Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, di Kantor Kemendiknas, Jakarta, Kamis (16/6). 
“Pengubah UUD, dalam risalah rapatnya menginginkan pemilu serentak secara nasional, dan pemilu serentak lokal. Yang kemudian, itulah semangat yang dibawa untuk rumuskan Pasal 22E dan dan 6A dalam UUD 1945,” ujar Saldi. 
Saldi berpendapat, pemisahan pemilu dilakukan karena adanya keinginan untuk membatasi pasangan calon presiden-wapres, atau presidential threshold. Padahal, hal tersebut tidak diperlukan, karena berdasarkan Pasal 6A UUD 1945, semua partai politik yang telah dinyatakan menjadi peserta pemilu dapat mengajukan pasangan capres-cawapres. 
“Dalam hal parpol akan melakukan koalisi, itu lebih baik kepada kalkulasi parpol yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu. Karena jika menunggu hasil pileg, maka yang terjadi hanyalah koalisi transaksional seperti sekarang,” ujar Saldi. 
Untuk itulah, ke depan sebaiknya pemilu presiden dan DPR disatukan waktu pelaksanaannya, sedangkan pemilu kepala daerah dan DPRD juga disatukan. (OL-8)
Pemisahan Pemilu Menabrak Konstitusi
- Detail
- Kategori: Berita
- Ditulis oleh admins
- Dilihat: 2909
Penulis : Akhmad Mustain
Kamis, 16 Juni 2011 23:40 WIB
 
	
 0
 0