TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejumlah pengamat menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lamban merespons berbagai kasus yang muncul belakangan ini. Kasus itu, di antaranya, soal pemancungan tenaga kerja Indonesia (TKI), Ruyati binti Satubi, di Arab Saudi dan pemulangan kader Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Menurut  pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia, Andi Wijayanto,  dalam kasus Ruyati, Presiden seharusnya bergerak cepat. Ruyati  dieksekusi pada Sabtu pekan silam dan Yudhoyono baru berbicara lima hari  kemudian, pada Kamis lalu, 24 Juni 2011.
Reaksi  SBY dengan membentuk Satuan Tugas TKI, kata Andi, cuma bentuk  kegagalannya memberdayakan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,  Kementerian Luar Negeri, serta Badan Nasional Penempatan dan  Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. "Dia tidak tegas menunjuk  kementerian mana paling bertanggung jawab," kata Andi ketika dihubungi  kemarin.
Sementara,  pengamat hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menyatakan  pembentukan Satgas TKI ibarat pemadam kebakaran. "Ada kasus, baru  dibentuk. Amat reaktif dan telat," katanya kepada Tempo.
Adapun  penghentian sementara (moratorium) pengiriman TKI ke Arab Saudi per 1  Agustus nanti dinilai hanya upaya pencitraan. Jika berniat melindungi  TKI, ujar Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi  ketenagakerjaan, Ribka Tjiptaning, moratorium seharusnya sudah dilakukan  sejak dulu. Padahal, "Komisi IX sudah jelas tuntutannya dari dulu:  moratorium," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Presiden  Yudhoyono kemarin mengatakan kebijakan moratorium diambil setelah  dipikirkan masak-masak. "Saya bukan tipe mengambil sesuatu secara  emosional, tapi harus rasional, dipikirkan dalam-dalam. Tiap policy apa dampaknya," kata SBY saat membuka rapat paripurna kabinet di kantor Presiden kemarin.
Namun,  menurut Saldi, Yudhoyono juga lamban dalam menangani Nazaruddin. Posisi  ketua dewan pembina partai, kata Saldi, tidak berpengaruh signifikan  untuk memanggil kadernya sendiri. "Kepemimpinan SBY tidak bergigi lagi  di partai," katanya.
Padahal  Yudhoyono punya peluang membantu penyelesaian kasus Nazaruddin.  Kemarin, misalnya, ia melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri  Singapura K. Shunmugan.
Namun,  pada pertemuan tersebut Yudhoyono tidak menyinggung sedikit pun soal  Nazaruddin. "Kami berbicara mengenai seseorang yang baru menjabat  sebagai menteri luar negeri. Dia memaparkan apa yang menjadi visi ke  depannya dalam meningkatkan hubungan kerja sama dua negara," kata Staf  Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah, di  kantor Presiden kemarin. 
HERU TRIYONO | EKO ARI WIBOWO | MAHARDIKA SATRIA HADI | RAJU FEBRIAN
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/06/25/brk,20110625-343214,id.html
