Jakarta, Kompas - Penegakan hukum seyogianya tidak terhambat persoalan administratif, seperti izin dari Presiden sekalipun. Hambatan seperti itu hanya akan membuat hukum menjadi bersifat diskriminatif dan meniadakan persamaan di mata hukum.

Demikian dikatakan Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Saldi Isra, Jumat (8/4) di Jakarta. Ia menanggapi terhambatnya pemeriksaan terhadap 61 kepala daerah oleh Kejaksaan Agung akibat belum turunnya izin dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saldi mengakui, berdasarkan aturan, pemeriksaan kepala daerah memang harus mendapatkan izin dari Presiden. Namun, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga menjelaskan, kalau izin tidak juga turun dalam waktu 60 hari sejak permintaan dikirim, kejaksaan bisa langsung melakukan pemeriksaan.

Menurut dia, persyaratan izin untuk melakukan pemeriksaan saja sebenarnya sudah melanggar prinsip persamaan hukum karena berarti memberikan keistimewaan kepada kepala daerah. ”Ini berarti hukum sudah dibuat diskriminatif,” kata Saldi.

Kalau Kejaksaan Agung tetap bersikeras mendapatkan izin Presiden, meskipun waktunya sudah lewat 60 hari, artinya proses menegakkan hukum dikalahkan oleh proses administratif. ”Ini tentu melanggar prinsip kepastian dalam penegakan hukum,” ungkap Saldi lagi.

Oleh karena itu, ujar Saldi, jika lewat 60 hari, kejaksaan sebaiknya langsung memeriksa kepala daerah yang menjadi tersangka atau saksi. Kejagung tidak perlu khawatir jika ketiadaan izin tersebut nantinya dipermasalahkan di pengadilan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Noor Rachmad mengakui, terdapat 61 kepala daerah yang tidak diperiksa karena belum ada izin dari presiden. selama periode 2005-2011.

Kejagung akan tetap menunggu izin dari Presiden meskipun sudah lewat 60 hari. (faj)

http://m.kompas.com/news/read/data/2011.04.09.02535999