PEMBERANTASAN KORUPSI

Senin, 31 Oktober 2011

JAKARTA (Suara Karya): Kementerian Hukum dan HAM melakukan moratorium pemberian remisi atau keringanan waktu hukuman untuk koruptor dan teroris.

 

Selain itu, Kemenkumham juga tidak akan memberikan pembebasan bersyarat kepada pelaku tindak pidana korupsi dan terorisme.

 

"Remisi dan pembebasan bersyarat akan diberikan sangat terbatas, misalnya kepada pelaku yang bekerjasama seperti Agus Condro. Semua kebijakan remisi dan pembebasan bersyarat yang ada akan kami tinjau ulang, termasuk pemberian pembebasan bersyarat yang kabarnya ada per hari ini, juga menjadi tidak berlaku dengan kebijakan ini," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana melalui surat elektronik ke redaksi, Minggu malam.

 

Tentang syarat dan aturannya, kata dia, sedang dalam proses penyusunan tetapi untuk moratoriumnya sendiri sudah diberlakukan. Guru Besar Univesitas Andalas Saldi Isra dalam diskusi di Banjarmasin, Sabtu pekan lalu, mengatakan, keputusan Kemenkumham melakukan moratorium remisi koruptor dan teroris merupakan langkah maju terhadap penegakan hukum di Indonesia.

 

Menurut dia, keputusan untuk melakukan moratorium tersebut merupakan langkah yang harus didukung oleh semua pihak karena remisi sangat meringankan para koruptor.

 

Diharapkan dengan adanya moratorium hukuman terhadap pelakukan kejahatan teroris dan koruptor bisa maksimal sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.

 

Tentang prosedurnya, kata dia, bisa dibahas kemudian setelah ditetapkan moratorium sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan tepat.

 

"Kalau membahas prosedurnya duluan bisa memerlukan waktu cukup lama, bisa berbulan-bulan. Berbeda bila ditetapkan lebih dulu maka prosedurnya bisa lebih cepat," katanya.

 

Hukumal Minimal
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko menyambut positif terhadap wacana hukuman minimal 5 tahun bagi koruptor yang dilontarkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin.

 

"Gagasan itu adalah jawaban atas kritikan masyarakat selama ini terkait dengan ringannya hukuman yang dijatuhkan pengadilan kepada para koruptor," kata Danang kepada Suara Karya.

 

Ia mengatakan, masyarakat selama ini merasa kecewa hukuman koruptor jauh dari rasa keadilan masyarakat. Sebab, tidak jarang koruptor hanya dijatuhi hukuman jauh lebih rendah ketimbang kasus-kasus lainnya.

 

Danang berharap usulan Menkumham itu tidak berhenti sebatas wacana, melainkan disusul dengan perubahan peraturan perundang-undangannya. Sebab tanpa ada payung hukum, wacana tersebut sulit direalisasikan.

 

Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh juga sepakat dengan wacana yang dilontarkan Menkumham. "Itu wacana yang progresif, tentu kita mendukungnya," kata Imam.

 

Namun Imam mengingatkan agar definisi tindak pidana korupsi harus diperjelas. Sehingga, yang terjerat dengan hukuman minimal lima tahun, adalah orang yang benar-benar melakukan tindak pidana korupsi.

 

"Jangan karena hukuman minimal lima tahun, yang kena malah yang bawahan saja, yang atasannya tidak kena. Jangan sampai hukuman itu diberikan pada orang yang tidak melakukan korupsi, sementara yang korupsi malah bebas," ujarnya menambahkan. (Sugandi/Jimmy Radjah/Ant)