Thursday, 05 January 2012
JAKARTA– Keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dipastikan harus bebas dari unsur partai politik (parpol).
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal dalam Undang-Undang No 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang membuka peluang parpol masuk KPU-Bawaslu. Dalam putusan atas pengujian UU No 15/2011 yang dibacakan kemarin, MK menyatakan bahwa lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu memberi batasan waktu minimal lima tahun bagi para kader parpol untuk mengundurkan diri sebelum mendaftarkan diri sebagai anggota KPU dan Bawaslu.
MK juga membatalkan keanggotaan unsur parpol dan pemerintah dalam Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Menurut MK, penyelenggaraan pemilu tidak dapat diserahkan kepada pemerintah atau parpol karena berpotensi dipengaruhi dan dimanfaatkan berbagai kepentingan.
”Menyatakan Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i UU No 15/2011 sepanjang frasa ‘mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik pada saat mendaftar sebagai calon’ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun telah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik pada saat mendaftar sebagai calon’,” kata ketua majelis hakim konstitusi Mahfud MD dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta,kemarin.
Pengujian UU ini diajukan oleh Aliansi Masyarakat Selamatkan Pemilu (Amankan Pemilu) yang terdiri atas 23 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan 113 individu. Menurut mereka, UU Penyelenggara Pemilu yang mengizinkan kader parpol mendaftar tanpa jeda waktu untuk menjadi anggota KPU dan Bawaslu bertentangan dengan konstitusi karena mengganggu kemandirian dan mengikat lembaga tersebut pada kepentingan partai dan peserta pemilu.
Dalam pertimbangannya, MK berpendapat, syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i UU tersebut berkaitan dengan makna Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Istilah mandiri, jika merujuk pada latar belakang proses perubahan UUD 1945, berkaitan dengan konsep nonpartisan yang tidak memihak pada parpol atau kontestan mana pun. Jika pemilu diselenggarakan oleh lembaga yang terdiri atas atau beranggotakan para peserta, menurut MK, hal itu bertentangan dengan logika dan keadilan. Keterlibatan parpol akan membuka peluang keberpihakan (conflict of interest) pada kontestan tertentu.
Bisa saja,anggota parpol tidak selalu berpihak pada partai asalnya, tetapi harus disyaratkan anggota parpol dan masyarakat politik harus memiliki kedewasaan berpolitik, sifat kenegarawanan, dan tetap berada di atas kepentingan semua golongan. ”Pada kenyataannya, kemandirian atau netralitas tersebut tidak dengan sendirinya terjadi begitu saja.
Tetap diperlukan proses yang tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan,”ujar hakim konstitusi Akil Mochtar saat membacakan pertimbangan mahkamah. Karena itu, ketentuan pengunduran diri dari keanggotaan parpol yang tidak ditentukan jangka waktunya bisa dipergunakan sebagai celah masuknya kader parpol dalam KPU.Hal ini bertentangan dengan sifat mandiri KPU yang diamanatkan konstitusi.
Tenggat waktu lima tahun yang ditetapkan MK, dinilai patut karena bertepatan dengan periodisasi tahapan pemilu. Ketentuan lima tahun ini juga diatur dalam UU Penyelenggara Pemilu sebelumnya, yaitu UU No 22/2007. ”Demikian juga dengan DKPP, jika keanggotaan diisi peserta pemilu, hal itu akan berpotensi menyandera atau mengancam kemandirian penyelenggara pemilu karena pihak yang seharusnya diawasi malah mengawasi,”ujar Akil.
Sementara itu, anggota Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota KPU dan Bawaslu Siti Zuhro mengatakan, putusan MK membantu pihaknya mendapatkan calon-calon anggota yang punya integritas, independen, berkompeten, dan memiliki sifat kepemimpinan. Terlebih, peminat dari kalangan parpol hingga kemarin hanya satu orang.
”Karena ini sudah jadi putusan MK,perlu dijelaskan dalam proses seleksi.Nanti kalau ada ketidaklengkapan persyaratan, kami minta dilengkapi. Misalnya ada surat pernyataan telah mengundurkan diri dari parpol minimal lima tahun sebelumnya,”ujar dia. Hingga kemarin jumlah pendaftar di Timsel KPU sudah mencapai 222 orang, sedangkan di Bawaslu berjumlah 94 orang.
Dari nama-nama tersebut, terdapat beberapa penggiat kepemiluan yang sudah mendaftar,di antaranya Hadar Navis Gumay, Jeirry Sumampouw, termasuk mantan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini. Beberapa anggota lain Bawaslu yang dikabarkan telah mendaftar adalah Wahidah Suaib dan Agustiani F Sitorus. Adapun anggota KPU saat ini belum ada yang dikabarkan mendaftarkan diri.
”Kita memang tidak menarget banyak-banyak pendaftar, tapi yang penting adalah kualitas para pendaftar,” ujar anggota Timsel Saldi Isra. Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti meminta Timsel Calon Anggota KPU dan Bawaslu memperpanjang waktu pendaftaran.
”Timsel perlu menambah waktu atau hari hingga ada waktu yang cukup berjarak antara putusan MK dengan batas waktu maksimal,” katanya. Ray mengatakan, diperbolehkan nya anggota penyelenggara pemilu dari parpol berimplikasi terhadap minat masyarakat nonparpol untuk mencalonkan diri. Selain itu, dia menilai sosialisasi Timsel Calon Anggota KPU dan Bawaslu kurang. mn latief/hendry sihaloho/mohammad sahlan

 
	 
	
