Saturday, 20 August 2011
JAKARTA– Mahkamah Konstitusi (MK)  ditantang untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya pada  periode kedua kepemimpinan Mahfud MD. Yakni, mengembalikan kualitas  putusan yang semakin kering argumentasinya.
Beberapa ahli hukum tata negara  menilai,kualitas putusan MK turun drastis. Bahkan, argumentasi MK makin  miskin dan kering.Padahal, sebelumnya, putusan MK dipenuhi landasan  teori yang kuat selayaknya karya akademis yang melewati perdebatan dan  perenungan matang.
“MK diharapkan memperbaiki institusi  hakim.Sekarang sejumlah putusan MK terasa kering dan miskin  argumentasi,” tegas pakar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi  Isra di Jakarta kemarin. Hal yang sama diungkapkan pakar hukum tata  negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar.
Menurut   Zaenal, gejala pemihakan terhadap keadilan substantif memang terasa  pada putusan-putusan MK.Namun, hakim justru menggeneralisasi penggunaan  keadilan substantif dalam putusannya.Kekuatan teoritis yang menjadi  keunggulan MK sebelumnya,ujarnya, tidak lagi terlihat.
Karena   itu, saat ini jarang ditemukan putusan fenomenal dengan pertimbangan  hukum yang mendalam, kuat,dan teoritis. Jika hal ini tidak segera  diatasi, putusan MK akan mudah terjebak pada logika legalistis dan  kehilangan kewibawaan. “Coba bandingkan dengan putusan MK terdahulu,  pasti ada perbedaannya,”tandasnya.
Menanggapi hal  itu,Juru Bicara MK Akil Mochtar menyatakan, hal paling penting dalam  putusan MK adalah penyelesaian masalah. Putusan MK, ujarnya, tidak  disusun untuk memuaskan hasrat intelektual semata, tetapi untuk memenuhi  rasa keadilan masyarakat.
“(Putusan) panjang lebar tapi sulit  dipahami dan tidak menyelesaikan masalah juga untuk apa? Yang penting  kebenarannya tercapai dan memberi solusi, bukan mimpi,”tegasnya. mn  latief
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/422332/