Jakarta, Kompas - Koalisi Masyarakat Sipil menengarai ada upaya melumpuhkan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dibalik pengunduran diri Inspektur Jenderal Herman Effendy. Satgas dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sehingga Presiden harus menyelamatkannya.
”Publik saat ini menunggu sikap Presiden terhadap perpecahan internal Satgas. Jika Presiden tidak melakukan sesuatu, itu membuktikan Presiden tak bisa berbuat apa-apa terhadap perpecahan di lembaga yang dibentuknya,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra, Minggu (1/8).
Seperti diberitakan, anggota Satgas Yunus Husein mengakui rencana mundurnya Herman dari keanggotaan Satgas karena ada perbedaan pendapat di Satgas. Namun, tidak dirinci kasus yang menimbulkan perbedaan pendapat itu (Kompas, 31/7).
Herman adalah anggota Satgas yang mewakili institusi Polri. Selain Herman, keanggotaan Satgas terdiri atas Wakil Jaksa Agung Darmono, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Ketua Satgas Kuntoro Mangkusubroto.
Menurut dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Iwan Satriawan, saat ini adalah momentum yang tepat bagi Presiden untuk menunjukkan komitmennya memberantas korupsi. Kalau ada pihak yang menghambat kerja Satgas dalam memberantas mafia hukum, Presiden harus mengambil langkah serius agar Satgas tidak tertatih-tatih.
Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti tidak percaya mundurnya Herman karena keinginannya sendiri. Ia menduga ada instruksi dari Polri di balik pengunduran diri Herman. Kejadian serupa diduga juga dilakukan Polri ketika menarik penyidiknya dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyatakan kekhawatirannya, konflik internal di Satgas justru mengalihkan perhatian publik dari kasus yang tengah mereka tangani. Karena Satgas menjalankan fungsi koordinasi bagi lembaga penegak hukum dalam pemberantasan mafia hukum, saat ada unsur anggotanya yang mundur perlu ada yang menggantikan
”Jika kepolisian tidak mau lagi ada (anggotanya) di Satgas dan Presiden juga tidak bisa menjadi katalisator dalam penyelesaian persoalan ini, sebaiknya Satgas diubah formatnya menjadi supervisi. Dengan demikian, kejaksaan dan kepolisian tidak perlu lagi mengirimkan wakilnya di keanggotaan Satgas,” kata Zainal.
Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan pada Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah justru setuju jika tidak ada lagi wakil dari Polri dan juga kejaksaan di Satgas.
”Masalah sebenarnya ada pada pengambil keputusan di kepolisian, yang ditengarai tidak pro-pemberantasan korupsi. Siapa pun yang masuk (menggantikan Herman) dari kepolisian, itu justru memperumit Satgas,” katanya.
Secara terpisah, Mas Achmad Santosa menyatakan terlalu berlebihan apabila Satgas dianggap tidak lagi solid, apalagi di ambang perpecahan. Perbedaan pendapat di antara anggota adalah sesuatu hal yang biasa dan menjadi bagian dari dinamika organisasi.
Sejauh ini Satgas tengah sibuk mengolah ribuan pengaduan dari masyarakat. (WHY)
Sumber:http://nasional.kompas.com/read/2010/08/02/0249133/Satgas.Dicoba.Dilemahkan

