Mafia Hukum
Satgas Digugat, Mafia Tak Terjerat

Usia Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum baru seumur jagung, tapi terancam bubar. Payung hukum satgas yang terbentuk pada akhir tahun lalu itu diajukan ke Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani proses uji materiil, sejak Selasa pekan lalu.

Pemohon uji materiil Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu adalah Haris Rusly, anggota forum Petisi 28. Ia didampingi dua kuasa hukum, yakni Catur Agus Saptono dan Ahmad Suryono. Menurut Ahmad, alasan pengajuan judicial review itu terdiri dari lima poin.

Alasan paling utama, sebagai produk hukum, Keppres 37/2009 mencampuradukkan sifat mengatur (regeling) dengan sifat memutuskan (beschikking). Secara formal, peraturan itu memang bersifat beschikking yang tercermin dalam diktum kelima tentang nama-nama personel satgas. ''Namun ada beberapa poin dalam keppres itu yang bersifat regeling sehingga terjadi kerancuan,'' ujar Ahmad.

Poin yang mengandung unsur regeling adalah diktum pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Diktum pertama mengatur tentang pembentukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Kedua, mengatur tanggung jawab satgas kepada presiden melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.

Diktum ketiga tentang tugas satgas melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi, dan pemantauan agar upaya pemberantasan mafia hukum berjalan lebih efektif. Sedangkan diktum keempat tentang kewenangan satgas bekerja sama dengan seluruh instansi penegak hukum dan melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.

Menurut Ahmad, seharusnya pembentukan satgas itu, beserta tugas dan kewenangannya, diatur dalam sebuah peraturan yang sifatnya regeling terlebih dahulu, seperti peraturan presiden. Lalu personalianya diatur melalui keppres. Atau, jika pembentukan lembaga itu dianggap sebagai hal yang darurat, aturannya bisa melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). ''Perpu kan kedaruratannya bisa diuji di DPR,'' ujar Ahmad kepada Haris Firdaus dari Gatra.

Ahmad menjelaskan, alasan lain pengajuan uji materiil itu adalah ketidakjelasan dasar hukum Keppres 37/2009. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, yang menjadi dasar hukum, sama sekali tidak berkaitan dengan satgas. Pasal itu hanya berbunyi: "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar." Dasar hukum kedua, yakni UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, juga tidak jelas karena tidak menyebutkan pasal.

Menurut Haris, uji materiil itu perlu dilakukan karena kewenangan dan tugas satgas bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, yaitu undang-undang. Misalnya, tugas satgas untuk evaluasi, koreksi, dan pemantauan penegakan hukum tindak pidana korupsi bertentangan dengan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 ayat (1) UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain bermuatan hukum, pengajuan judicial review itu juga membawa muatan politis. ''Dalam konteks ini, kami menilai, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum sangat diskriminatif dalam penyelesaian kasus-kasus hukum. Pisaunya tumpul ke dalam Istana Negara, tapi sangat tajam kalau ke luar Istana Negara,'' papar Haris.

Haris menyebutkan, satgas itu tidak menyentuh kasus Bank Century, dugaan pengemplangan pajak Paulus Tumewu, dugaan korupsi Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Johny Allen Marbun, dan dugaan korupsi sistem teknologi informasi pemilu di Komisi Pemilihan Umum. ''Satgas justru bisa menjadi alat cuci tangan Presiden SBY dari kegagalan memberantas mafia hukum. Kalau gagal memberantas mafia hukum, yang disalahkan satgas, bukan SBY,'' Direktur Utama Aviyasa Consulting itu menegaskan.

Seharusnya, lanjut mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik itu, Presiden SBY memperbaiki kinerja kepolisian, kejaksaan, dan KPK, bukan membentuk lembaga abal-abal semacam satgas. Pembubaran satgas juga tidak akan melemahkan pemberantasan mafia hukum, karena fungsi ini telah dimiliki instansi hukum lain. ''Yang harus dilakukan adalah memperkuat KPK!'' kata Haris.



Menanggapi pengajuan uji materiil Keppres 37/2009 itu, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, menyatakan bahwa pihaknya mempercayakan sepenuhnya masalah ini kepada MA. Menurut dia, MA akan menguji dua hal, yakni terkait legal standing (hak untuk mengajukan gugatan) dan substansi gugatannya. ''Saya yakin, majelis hakim akan membuat keputusan yang sangat profesional dan independen,'' tutur Ota, panggilan Mas Achmad Santosa.

Namun ia berpendapat, dasar hukum gugatan itu sangat lemah. Keppres itu tidak punya muatan regeling, karena satgas tidak mengatur lembaga penegak hukum lain, tetapi hanya melakukan koordinasi, evaluasi, dan pemantauan. Tanpa ada kewenangan itu, upaya percepatan pemberantasan mafia hukum tidak akan bisa berjalan. ''Kalau satgas diberi kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan kewenangan untuk melakukan upaya paksa, itu melanggar undang-undang,'' kata Ota.

Ota menambahkan, ibarat orkes simfoni, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum hanyalah pemegang instrumen kecil. Konduktornya adalah KPK. Para pemain besar lainnya adalah kepolisian, kejaksaan, dan departemen terkait. Sehingga, dalam banyak hal, efektivitas pekerjaan satgas tergantung kinerja KPK dan lembaga penegak hukum lainnya.

Meski menghargai pengajuan uji materiil itu, ia mewanti-wanti Haris Rusly agar waspada pada gerakan corruptors fight back. Serangan balik para koruptor dilakukan dengan beragam cara. Salah satunya lewat jalur hukum. Misalnya dengan mempersoalkan keabsahan KPK. ''Paling tidak, kalau mereka memang bukan bagian dari koruptor, berarti ada free rider (penumpang gratis) yang menunggangi mereka,'' ujar Ota.

Terkait dengan tuduhan aksi tebang pilih satgas, Ota menolak tegas. Selama ini, satgas menangani perkara yang jelas memiliki indikasi permainan mafia hukum, seperti kasus Arthalyta Suryani dan Gayus Tambunan. Sedangkan untuk kasus Bank Century, satgas masih dalam posisi mengawasi. Sebab kasus ini telah ditangani KPK, Kepolisian RI, hingga Pansus Century di DPR.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, menyatakan bahwa para hakim di MA harus cermat serta berpatokan pada asas kemanfaatan dan kepastian hukum dalam menguji Keppres 37/2009. Ia menilai, pembubaran satgas itu bisa melemahkan upaya pemberantasan mafia hukum dan korupsi di Indonesia. ''Yang perlu dikhawatirkan dalam pembentukan satgas ini, jangan sampai menjadi alat politik di kemudian hari,'' kata Saldi kepada Eko Rusdianto dari Gatra.

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar berpendapat, keberadaan satgas itu perlu dipertahankan karena terbukti bekerja efektif mengatasi kasus mafia hukum. Menurut Patrialis, kelahiran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum tidak melanggar undang-undang. '' Tidak ada satu pun hukum yang dilanggar. Ini salah satu upaya pemerintah menyukseskan penyelenggaraan negara,'' ujarnya kepada Wisnu Wage Pamungkas dari Gatra.

Astari Yanuarti dan Sukmono Fajar Turido
[HukumGatra Nomor 34 Beredar Kamis, 1 Juli 2010]

SUMBER:http://gatra.com/2010-07-07/versi_cetak.php?id=139412